Hadist kedua
عن أبي سعيد الخذري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم :
(( إن
الماء طهور لا ينجسه شيء ))
أخرجه الثلاثة وصححه أحمد
Dari Abu Sa’id al Khudriyi
berkata,Rasulullah bersabda: “ Sesungguh nya
air adalah suci lagi menyucikan, tidak menajiskannya
sesuatupun”.Dikeluarkan oleh imam yang tiga
dan dishahihkan oleh imam Ahmad
BIOGRAFI PEROWI
Abu Sa’id Al-Khudri adalah orang ke tujuh yang
banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Telah
meriwayatkan 1.170 hadits. Orang orang pernah memintanya agar mengizinkan
mereka menulis hadits hadits yang mereka dengar darinya. Ia menjawab “ Jangan
sekali kali kalian menulisnya dan jangan kalian menjadikan sebagai bacaan,
tetapi hapalkan sebagaimana aku menghapalnya”.
Abi Sa’id lebih dikenal dengan nama aslinya
adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan. Ayahnya Malik bin Sinan syahid dalam
peperangan Uhud, Ia seorang Khudri nasabnya bersambung dengan Khudrah bin Auf
al-Harits bin al-Khazraj yang terkenal dengan julukan “Abjar”.
Ketika perang Uhud pecah ayahnya (malik)
membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan meminta agar
anaknya diikutkan dalam peperangan. Pada waktu itu Jabir masih berusia 13
tahun, namun ayahnya menyanjung kekuatan tubuh anaknya:” Dia bertulang besar
ya Rasulullah” tetapi, Rasulullah tetap menganggapnya masih kecil dan
menyuruh membawanya pulang.
Abu Sa’id al-Khudri adalah salah seorang
diantara para sahabat yang melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam mereka berikrar tidak akan tergoyahkan oleh cercaan orang dalam
memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, mereka tergabung dalam kelompok
Abu Dzarr al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, Ubaidah bin ash Shamit dan Muhammad bin
Muslimah.
Abu Sa’id al-Khudri bersama Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam dalam perang Bani Musthaliq, perang Khandaq dan
perang perang sesudahnya, secara keseluruhan ia mengikuti 12 kali peperangan.
Riwayatnya dari para sahabat lain banyak sekali
namun sumber yang paling terkenal adalah bapaknya sendiri Malik bin Sinan,
saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakan, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa
al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Salam.
Sedangkan orang orang yang meriwayatkan hadits
darinya adalah anaknya sendiri Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad,
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’ dan Ikramah.
Abu sa’id membawa putranya Abdurahman ke tanah
pemakaman Baqi, dan berpesan agar ia nanti dimakamkan di bagian jauh dari
tempat itu. Katanya: “ Wahai anakku, apabila aku meninggal dunia kelak,
kuburkanlah aku disana, Jangan engkau buat tenda untukku, jangan engkau
mengiringi Jenazahku dengan membawa api, Jangan engkau tangisi aku dengan
meratap-ratap, dan jangan memberitahukan seorangpun tentang diriku”.
Kemudian ia beliau wafat pada tahun 74 H
.
BIOGRAFI SINGKAT MUKHARIJ HADITS:
|
1.Imam Abu Dawud
Al-Imam al-Muhaddist Abu Dawud lahir pada tahun 202 H dan wafat
pada tahun 275 H di Bashrah.
Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadits terseleksi dari 50.000 hadits.
Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di baghdad. Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Qa’nabi, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.
2.Imam An Nasa’i
Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadits terseleksi dari 50.000 hadits.
Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di baghdad. Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Qa’nabi, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.
2.Imam An Nasa’i
Nama lengkap Imam al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Ali
bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-khurasani al-Qadi. Lahir di daerah
Nasa’ pada tahun 215 H. Ada juga sementara ulama yang mengatakan bahwa beliau
lahir pada tahun 214 H. Beliau dinisbatkan kepada daerah Nasa’ (al-Nasa’i),
daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadis kaliber dunia.
Beliau berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadis, yakni
al-Mujtaba’ yang di kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah
antara lain; Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih,
al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi
Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami’/Sunan al-Tirmidzi).
Di antara murid-murid Beliau adalah; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu’jam), Abu Ja’far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakrbin Ahmad al-Sunni.
Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi’i.
Di antara murid-murid Beliau adalah; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu’jam), Abu Ja’far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakrbin Ahmad al-Sunni.
Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi’i.
3.Imam At
Tirmidzi
Nama lengkapnya
adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin
ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan
pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
Di antara guru Beliau adalah Imam Bukhari, Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
Di antara murid – murid Beliau ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
Abu ‘Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti.
Imam Tirmidzi
banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya: 1. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan
sebutan Sunan at-Tirmidzi. 2. Kitab Al-‘Ilal. 3. Kitab At-Tarikh. 4. Kitab
Asy-Syama’il an-Nabawiyyah. 5. Kitab Az-Zuhd. 6. Kitab Al-Asma’ wal-kuna. Di
antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas
adalah Al-Jami’
Beliau
meninggal pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam
usia 70 tahun.
Berkata al Hafidz Ibnu Hajar: Hadits ini dishahihkan
oleh imam Ahmad
|
PENGERTIAN HADITS SHAHIH:
Kriteria hadits shahih sebagai berikut:A. Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;
Mencatat semua periwayat yang diteliti,
Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya.
B. Perawinya Bersifat Adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:
keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, seperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
C. Perowinya Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia manerima hadits sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, menurut para ulama, dapat diketahui melalui:
kesaksian para ulama
berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
D. Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadits itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut asy-Syafi’i, suatu hadits tidak dinyatakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadits yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
E. Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadits, sementara dhahirnya selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits yang munqati’ atau mursal
KESIMPULAN DERAJAT HADITS:
|
Hadits ini shohih.
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Talkhishul kabir : Imam Ahmad
telah menshohihkannya, dan juga Yahya bin Ma’in serta Ibnu Hazm (1/247).
Berkata Imam Nawawi : Telah menshohihkannya Yahya bin Ma’in, Al
Hakim dan lain-lainnya dari para imam dan penghafal hadits. (Lihat Badr Munir
2/52 karya Ibnu Mulakin).
Syaikh Al Albaniy menshohihkan hadits ini dalam Irwaul Gholil 1/45.
FAEDAH DAN KANDUNGAN HUKUM HADITS:
|
Faedah pertama
Air pada asalnya adalah suci lagi
menyucikan
Faedah kedua:
Apabila najis jatuh kedalam air yang
asalnya suci dan menyucikan maka
tidaklah najis kecuali jika merubah salah satu sifatnya (rasa, bau dan warna).
Dalam masalah ini ulama’ berselisih menjadi beberapa pendapat:
1)
Air tidaklah berubah menjadi air najis kecuali jika najis jatuh
kedalamnya dan merubah salah satu sifatnya.
Ini adalah pendapat Qasim bin Ibrahim, Yahya bin Hamzah dan
sekelompok dari keturunan Rasulullah, Malik dan golongan ulama’ Dhahiriyah
Dan ini juga pendapat Khudzaifah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Sa’id
bin Musayyib, Hasan Al Bashriy, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Atha’, Abdur Rahman
bin Abi Laila, Jabir bin Zaid, Yahya bin Sa’id Al Qathan, Abdur Rahman bin
Mahdiy, Al Auza’iy, Sufyan Ats Tsauriy.
Dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Mundzir dan Al Ghozaliy dalam
Ihya’ Ulumuddin (1/129), dan juga pendapat Ar Rayaniy
dalam Al Bahri dan Al Hilyah.
Dasar pendapat ini adalah :
A.
Hadits Abu Sa’id Al Khudzriy dalam bab ini.
B.
Hadits Anas bin Malik beliau berkata :
جاء أعرابي قبال في طائفة المسجدو فزجره الناس فنهاهم النبي صلى الله
عليه وسلم, فلما قضى بوله أمر النبي بذنوب من ماء فأصريق عليه. متفق عليه
“ Seorang Arab gunung datang lalu kencing di pojok masjid.Maka manusia
mencelanya dan Rasulullah melarang mereka(dari mencela orang Arab gunung
tersebut).Tatkala ia menyelesaikan kencingnya, Nabi memerintahkan mengambil air
satu timba lalu disiramkan atasnya”.H.R.Bukhari dan Muslim
Hadits ini menunjukkan bahwa sedikit najis tidak membuat najisnya
air yang sedikit.
C.
Penggabungan hadits bab ini dan hadits Anas bin Malik serta
hadits-hadits lain yang terkait dengan masalah ini diantaranya:
1)
إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث
“ Apabila air
mencapai 2 kullah, tidaklah mengandung najis”
( Insya Alloh akan datang penjelasannya ).
2)
إذا استيقظ أحدكم فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا
“ Apabila seorang di antara kalian bangun
dari tidurnya maka janganlah mencelupkan telapak tangannya di dalam bejana
sehingga mencucinya sebanyak tiga kali”.
( Insya Alloh akan datang penjelasannya ).
3)
لا يبولن أحدكم في الماء الدائم ثم يغتسل فيه
“ Janganlah salah seorang dari kalian
kencing di dalam air tergenang lalu mandi di dalamnya”
( Insya Alloh akan datang penjelasannya ).
4)
إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم
“ Apabila seekor anjing menjilat dengan
pucuk lidahnya di dalam bejana salah seorang di antara kalian”
( Insya Alloh akan datang penjelasannya ).
2)
Air sedikit dapat menjadi najis bila terkena
najis secara mutlak dan air banyak tidak najis bila terkena najis kecuali jika
berubah salah satu sifatnya. Ini adalah pendapat ulama’ Hadawiyah, Hanafiyah
dan Syafi’iyah. Namun mereka berselisih tentang kapan air dikatakan sedikit
atau banyak.
Dasar pendapat
ini :
1)
Firman Alloh Ta’ala :
{والرجز فاهجر} المدثر: 5
“ Dan sesuatu yang kotor maka jauhilah”
Q.S.al Mudatsir:5
2)
Hadits point C dari pendapat pertama
Dipahami bahwa perintah dan larangan tersebut karena najis yang
jatuh kedalam air tersebut dapat mempengaruhi kesucian air atau dapat merubah
air suci menjadi air najis.
Pendapat yang kuat :
Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama dengan argumentasi berikut :
1)
Dalil-dalil yang telah mereka bawakan.
2)
Tidak ada dalil yang dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat atas
adanya perbedaan antara air yang sedikit atau banyak.
3)
Maksud dari larangan dan perintah dalam hadits point C illatnya
adalah ta’abudiy bukan karena dapat mempengaruhi kesucian air yang sedikit.
4)
( Lihat Subulus Salam 1/100-104, Nailul Author 1/55-57)
Inilah yang
dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawanya 21/32-34.
Faedah ketiga:
Sesuatu yang yakin tidaklah berubah hukumnya kecuali dengan sesuatu
yang yakin.
Berkata ahli ushul:
اليقين لا يزول إلا بايقين
“ Sesuatu yang yakin
tidaklah dihilangkan kecuali dengan sesuatu yang yakin”.
Sebagian yang lain mengatakan:
اليقين لا يزول بالشك
“ Sesuatu yang yakin
tidaklah dihilangkan dengan sesuatu yang ragu”
Karena itulah apabila terjadi keraguan maka
hendaknya dikembalikan kepada keadaan sebelum terjadinya keraguan.
Faedah keempat:
Dhohir hadits ini bersifat mutlaq namun di taqyid (dibatasi) oleh
ijma’ yang akan disebutkan dalam pembahasan hadits Umamah Al Bahiliy .
والله أعلم وأحكم
Tim Redaksi Radio Majas 91.9 FM
Abu Qushaiy al Anwar
0 komentar:
Posting Komentar