Segala puji dan sanjungan disertai
dengan pengagungan dan kecintaan hanya semata-mata milih Alloh, yang
menjelaskan syari’at Islam dengan sempurna. Tidaklah ada sesuatupun dari
perkara yang kecil maupun yang besar, dari perkara-perkara yang bersentuhan
dengan kehidupan dan kemaslahatan umat manusia, hingga adab istinja’ dan buang
hajat, kecuali telah dijelaskan. Shalawat dan salamtertunjukkan kepada
Nabiyulloh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga,
sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan hingga hari pembalasan. Amma ba’du.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam telah mengabarkan dalam suatu riwayat yang shahih, bahwa ada seorang
yang di adzab dalam kuburnya dengan sebab tidak membersihkan dirinya dari
kencing yang menimpa dirinya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah
mengabarkan pula bahwa kebanyakan siksa kubur adalah dari sebab kencing. Hal
ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa perkara yang berkaitan dengan adab
istinja’ dan buang air, sangatlah penting untuk diketahui dan kemudian kita
praktekkan dalam kehidupan kita.
1. Makna Istinja’
Apa yang dimaksud dengan istinja’?
Istinja’ adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul dengan
menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda
lain yang menempati kedudukan air dan batu.
2. Istinja’ dengan menggunakan air
Air adalah seutama-utama alat
bersuci, karena ia lebih dapat mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar
dari dubur dan qubul, dibandingkan dengan selainnya. Berkaitan dengan
orang-orang yang bersuci dengan menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan
firman-Nya:
“Janganlah kamu sholat dalam
masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa
(Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.
Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya
Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. at Taubah :108)
Berkata Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu: “Mereka istinja’ dengan menggunakan air, maka turunlah ayat ini di
tengah-tengah mereka.” (Hadits shohih riwayat Abu Dawud)
3. Istinja’ dengan menggunakan batu
Istinja’ dengan menggunakan batu,
kayu, kain dan segala benda yang menempati kedudukannya-yang dapat membersihkan
najis yang keluar dari dibur dan qubul-diperbolehkan menurut kebanyakan ulama.
Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan
tulang.” (HR. Muslim)
Pengkhususan larangan pada
benda-benda tersebut menunjukkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam membolehkan istinja’ dengan menggunakan batu dan benda-benda lain yang
dapat membersihkan najis yang keluar dari dubur dan qubul. Kapan seseorang
dikatakan suci ketika menggunakan batu dan selainnya? Seseorang dikatakan suci
apabila telah hilang najis dan basahnya tempat disebabkan najis, dan batu
terakhir atau yang selainnya keluar dalam keadaan suci, tidak ada bekas najis
bersamanya.
Beristinja’ dengan menggunakan batu
dan selainnya tidaklah mencukupi kecuali dengan menggunakan tiga batu. Salman
al Farizi radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari
tiga batu.” (HR. Muslim)
4. Istinja’ dengan tulang dan benda
dimuliakan
Seseorang tidaklah diperbolehkan
istinja’ dengan menggunakan tulang, sebagaimana yang telah disebutkan dalam
hadits Salman radhiallahu ‘anhu di atas. Mengapa dilarang istinja’ dengan
tulang? Ulama mengatakan illah (sebab) dilarangnya istinja’ dengan menggunakan
tulan ialah:
a. ) Apabila tulang untuk istinja’
berasal dari tulang yang najis, tidaklah ia akan membersihkan tempat keluarnya
najis tersebut, justru semakin menambah najisnya tempat tersebut.
b.) Apabila bersal dari tulang yang
suci lagi halal, maka ia merupakan makanan bagi binatang jin, dan harus kita
muliakan dan kita hormati. Dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Janganlah
kalian istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang, sebab ia
merupakan bekal saudara kalian dari kalangan jin.”
Berdasarkan illah (sebab) yang
disebutkan di atas, maka dikiaskan kepadanya makanan manusia dan binatang,
karena bekal manusia dan kendaraannya harus lebih dihormati. Dan sedemikian
juga segala benda yang dituliskan di dalamnya ilmu agama Islam, karena ia lebih
mulia dari sekedar bekal fisik manusia, terlebih lagi bila didalamnya tertulis
al-Qur’an, sunnah dan nama-nama Alloh.
5. Istinja’ dengan tangan kanan
Tidaklah diperbolehkan istinja’
dengan menggunakan tangan kanan, karena tangan kanan dipergunakan untuk sesuatu
yang mulia, berdasarkan kepada kaidah-kaidah umum syari’at Islamiyyah dalam
menggunakan tangan dan kaki. Dan dalam masalah istinja’ ini, ada larang secara
khusus dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang disampaikan oleh
sahabat Salman al Farisi radhiallahu ‘anhu, yakni: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan
atau kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
6. Disunnahkan buang hajat di tempat
yang jauh dari manusia
Hal ini dimaksudkan agar uaratnya
tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang hajat). Ini merupakan suatu adab
dan sopan santun yang mulia, di dalamnya terdapat penjagaan kehormatan
seseorang, sebagaimana telah dimaklumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
sebagai suri tauladan utama kita, telah mencontohkan hal ini, sebagaimana yang
telah dikabarkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma:”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pergi sehingga tidak terlihat oleh
kami, lalu menunaikan hajatnya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Namun apabila seseorang buang hajat
di tempat tertutup, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya, maka
hal itu telah mencukupinya, karena telah didapatkan maksud dari menjauhkan diri
dari manusia, yaitu agar auratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang
hajat).
7. Memilih tempat empuk untuk buang
air kecil
Bilamana seseorang melakukan buang
air kecil di tanah lapang atau padang pasir, maka hendaknya ia memilih tempat
yang empuk, agar air kencingnya tidak terpercik kembali ke anggota tubuhnya
sehingga ternajisi oleh kencing tersebut.
Kalau seseorang mengatakan: Bukankah
asalnya tidak ada percikan air kencing ke tubuh, mengapa kita harus menjaga
diri seperti ini?
Jawab: Karena hal ini tentu saja
lebih menyelamatkan diri orang yang buang air kecil. Lagi pula, kencing di
tempat yang cadas, terkadang akan membuka pintu was-was. Maksudnya, dia akan
terhinggapi rasa takut terkena percikan air kencing, lalu semakin bertambah
perasaan tersbeut dan kemudian berubah menjadi was-was, yang tidaklah
mengetahui akibat dan kesudahannya kecuali Alloh. Semoga Alloh menyelamatkan
kita dari was-was.
8. Kapan membaca do’a masuk tempat
buang air
Ketika seseorang hendak masuk ke WC
atau tempat yang dipersiapkan untuk buang air besar atau bunag air kecil,
disunnahkan untuk membaca do’a masuk tempat buang air. Jika seseorang bertanya:
Bagaimana jika buang airnya di tempat terbuka atau tanah lapang?
Jawab: Ulama mengatakan, jika
seseorang buang air di tanah lapang atau tempat terbuka, maka ia membaca
do’anya ketika pada langkah terakhir sebelum dia buang air atau ketika dia
hendak duduk untuk buang air.
Do’anya adalah
“Dengan menyebut nama Alloh,
saya berlindung dari setan laki-laki dan setan perempuan.”
Lafazh “bismillah” terambil
dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya dengan derajat
shohih. Adapun lafazh:
terambil dari hadits riwayat
Bukhari-Muslim.
Barangsiapa membaca “bismillah”
maka ia terlindungi dari pandangan jin, sebagaimana yang disebutkan hadits
shohih riwayat Tirmidzi (lihat at-Tirmidzi:602)
Hikmah disyari’atkannya membaca
kalimat perlindungan :
Ulama mengatakan:”Tempat buang air
adalah tempat yang jelek dan tempat yang jelek adalah tempat syaitan, karena
itulah sangat tepat bilamana masuk tempat tersebut disyari’atkan untuk meminta
perlindungan terhadap Alloh Ta’ala dari kejelekan syaitan laki-laki dan
perempuan, agar tidak terkena gangguan kejelekannya.”
9. Hikmah do’a ketika keluar tempat
buang air
Ketika seseorang keluar dari tempat
buang air, disyari’atkan untuk mengucapkan do’a:
“Ya Alloh, aku memohon
ampunan-Mu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll)
Apa hikmah disyari’atkannya
mengucapkan istighfar ketika keluar dari tempat buang air?
Jawab: Ulama mengatakan, di antara
hikmah yang paling nampak ialah ketika seseorang diringankan dari kotoran dan
gangguan fisik, ia teringat gangguan dosa, lantas ia memohon agar Alloh Ta’ala
meringankan dirinya dari gangguan dan dosa yang dilakukannnya.
10. Bila buang air menghadap
matahari dan bulan
Sebagian ulama ahli fiqih
berpendapat bahwa buang air dengan menghadap ke matahari dan bulan-dalam rangka
memuliakan keduanya-tidaklah diperkenankan. Namun bila kita teliti lebih lanjut
dan detail, tidaklah ada dalil yang menunjukkan atas larangan ini. Berkata Ibnu
Qayyim rahimahullah:”Tidaklah dinukil satu kalimat pun yang berkaitan dengan
hal ini, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, baik dalam hadits dengan sanad
shohih maupun dho’if, baik mursal (seorang tabi’in meriwayatkan hadits secara
langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam) ataupun muttashil (bersambung
sanadnya) dari awal sanad hingga sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam. Dalam masalah ini, tidaklah ada asalnya dalam syari’at.” (Hasyiah Roudh
Murbi’ 1/134)
Adapun i’tiqod (keyakinan) orang
awam bahwa bulan adalah wajah wanita, tidak ada dalil yang menunjukkan kepada
hal ini. Wallohu A’lam.
11. Beberapa tempat yang dilarang
untuk buang air
Ada beberapa tempat yang kita
dilarang buang air padanya, di antaranya:
a). Di tempat berteduh dan di jalan
umum
Diharamkan buang air besar dan kecil
di tempat ini karena akan mengganggu orang yang memanfaatkan tempat tersebut
untuk berjalan ataupun berteduh. Alloh Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang
menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat,
maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS.
al Ahzab:58)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Takutlah kalian dari dua perkara yang menyebabkan
laknat!” Para sahabat bertanya:”Wahai Rasulullah, apa dua perkara yang
menyebabkan laknat tersebut?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab:
“Orang yang buang hajat di jalan manusia dan tempat berteduh mereka.” (HR.
Muslim)
b). Di bawah pohon yang dimanfaatkan
manusia
Hal ini karena akan mengganggu
terhadap orang yang akan memanfaatkan pohon tersebut, baik dalam hal memetik
buah yang dapat di manfaatkan maupun mengambil kayu atau dahannya; dan seorang
muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya, sebagaimana keumuman ayat 58 dari
surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang muslim dilarang memudharatkan orang
lain dan membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang semisalnya..
c). Di sumber air
Hal ini karena mengotori sumber air
tersebut dan bahkan bisa jadi akan menajiskannya, jikalau najis yang keluar
dari orang yang buang hajat tersebut sampai kepada derajat mengubah rasa,
warna, atau bau dari air yang ada di sumber air tersebut. Di samping itu, buang
air di tempat ini juga akan mengganggu orang yang akan memanfaatkan sumber air
tersebut; sedang seorang muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya,
sebagaimana keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang
muslim dilarang memudharatkan orang lain dan membalas kemudharatan dengan
kemudharatan yang semisalnya.
Selain itu, kencing di sumber air
merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan laknat, sebagaimana disebutkan
dalam hadits hasan yang diriwayatkan oleh Abu Dawud; Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah kalian dari tiga perkara yang
menyebabkan laknat!! Yaitu: buang air besar di sumber air, jalan raya, dan
tempat berteduh.”
d). Di lubang
Seseorang ketika buang iar kecil di
tanah lapang, dilarang melakukan kencing di lubang tempat serangga atau binatang
melata lainnya. Larangan disini bersifat makruh, bukan haram, karena itulah ia
menjadi diperbolehkan jikalau berhajat kepadanya dan tidak ada tempat yang lain
kecuali lubang tersebut. Dasar dari larangan ini adalah:
1. Hadits
Qotadah dari Abdullah bin Sirjis, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kencing di lubang. Dikatakan kepada Qotadah: “Ada apa dengan lubang?”
Beliau menjawab: “Dikatakan, bahwa lubang adalah tempat tinggan bagi jin.” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud)
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin rahimahullah: “Hadits ini didho’ifkan oleh sebagian ulama dan
dishohihkan oleh sebagian yang lain. Dan paling rendahnya, hadits ini
berderajat hasan, karena para ulama menerimanya dan berhujjah dengannya.” (Syarh
Mumthi 1/119)
2.
Ditakutkan terdapat serangga dan hewan melata lainnya yang bertempat tinggal di
tempat tersebut dan kencing kita akan merusak tempat tinggalnya atai ia akan
keluar dan menyakiti kita, sedangkan kita sedang kencing atau barangkali ia
keluar secara tiba-tiba lalu kita menghindarinya dan akhirnya kita tidak
selamat dari percikan kencing kita atau yang lebih besar dari pada hal itu
Demikian semoga bermanfaat..
Oleh: Abu Zahroh al Anwar
0 komentar:
Posting Komentar